13 Reasons Why


Hey, it's Hannah. Hannah Baker. That's right. Don't adjust your...whatever device you're hearing this on. It's me, live and in stereo. No return engagements, no encore, and this time, absolutely no requests. Get a snack. Settle in. Because I'm about to tell you the story of my life. More specifically, why my life ended. 

Begitu mendengar openingnya, saya langsung tidak bisa lepas menonton serial besutan Netflix ini.  Mendapat kepala 8 dari IMDB maupun Rotten Tomatoes, serial ini sempat mengundang kontroversi karena menceritakan tentang bunuh diri yang digambarkan dengan sangat cool. Bahkan ada yang bilang serial ini tidak sesuai dengan kesehatan masyarakat

Ceritanya tentang seorang siswi Liberty High School bernama Hannah Baker yang memutuskan untuk bunuh diri, karena tidak tahan oleh tekanan teman-teman dan lingkungan sekolahnya. Sebelum bunuh diri, doi yang otak kanannya berkembang lebih pesat dari otak kirinya, memutuskan untuk membuat 13 rekaman yang menjelaskan alasan-alasan kenapa dirinya memutuskan untuk bunuh diri. Mungkin di kehidupan sebelumnya doi adalah penyiar radio. Semoga saja bukan komentator bola yang jebrat jebret ahay itu. Kok malah ngelantur?  Rekaman itu kemudian jatuh ke tangan seorang pria bernama Clay Jensen. Episode demi episode berikutnya kita akan berjalan bersama Clay untuk menyibak misteri kenapa si Hannah segitu mudahnya ingin mengakhiri hidup? Beban apa yang dipikul pundaknya sehingga ia harus menyerah kepada kehidupan? Semua akan dibahas setaj.... sudahlah.



Semakin banyak episode dilahap, saya semakin sadar bahwa banyak sekali alasan yang sepertinya tidak masuk diakal, tapi bisa membawa depresi bagi yang merasakannya. Dalam sebuah episode saya sampai bengong karena alasannya begitu shallow di mata saya : karena si Hannah dapat predikat bokong terbaik. Saya ingin teriak, "YAELAH HAN.. HAN.. KESEHATANMU. SANTAI SHAY!!"  Walau pada kenyataannya, yang saya sampaikan adalah sudut pandang saya atau Clay atau sahabat Hannah yang lain. Padahal akibat dari label bokong terbaik akan membentuk Butterfly Effect hingga kepaknya bisa mendepresikan Hannah.

Mungkin bisa dibilang lebay, tapi tahukah bahwa itu yang benar-benar terjadi di keseharian kita? Mau menyangkal? Ini saya kasih contoh. 

Hannah dan Clay adalah sahabat dekat. Saking dekatnya mereka tidak pacaran™ Sebagian waktu mereka habiskan bersama. Bekerja di Cresmont atau ngemut-ngemut ayam keju di Monet. Ga cuman berdua sih, ada juga si Jessica Davis sahabat mereka yang lain. Si Jessica ini gadis milenial populer yang follower instagramnya bisa bikin satu kelurahan baru. 

Suatu hari, di perjalanan dari Monet menuju sekolah, Jessica memotret Hannah dan Clay yang kebetulan berjalan di depannya. Cekrek! Kemudian dia unggah ke instagram dengan caption, "BFF". Tidak butuh waktu lama untuk foto itu tersebar ke seluruh penjuru SMU Liberty, termasuk ke ponsel Courtney Crimsen. 

"Ih lucu banget nih. Kenapa mereka berdua ga jadian aja sih?" gumamnya dalam hati. Courtney tau Hannah sudah lama sendiri, begitu pun Clay. Sebagai gadis yang berambisi menjadi ketua OSIS, Courtney merasa wajib menciptakan kebahagiaan untuk rahayat SMU Liberty. Maka dia tulislah sebuah pertanyaan di whatsapp pengurus OSIS. 



Dan kemudian begitu caranya gosip bekerja. Ratusan orang memberondong Clay dengan PM apakah dia memang sudah jadian dengan Hannah. Semua orang berdoa mereka berdua bisa menjadi sepasang kekasih yang kemudian bisa membina sebuah keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Padahal tanpa mereka semua sadari, Clay sebenarnya lebih mengagumi Jessica. Rusak sudah harapannya supaya Jessica lebih menaruh atensi padanya. Dengan pemberitaan seperti itu, Jessica pasti juga sudah menganggap ia menaruh hati pada Hannah. Clay berpikir ia dan Hannah tampaknya harus menjaga jarak lebih dahulu hingga berita ini mereda.  

Jessica menghubungi Hannah puluhan kali tapi tidak mengangkat. Ia mencari Hannah di sekolah tidak ada, juga di UKS dan di tukang fotokopi. Jessica cemas dengan pemberitaan yang beredar. Apalagi berita itu dilampiri dengan foto yang ia tangkap diam-diam. Lama mencari, akhirnya ia menemukan Hannah di sudut ruangan di Monet. Hannah tampak termangu, bengong seperti ayam yang akan dipotong.

"Hannah kamu ga papa?" tanya Jessica cemas. 
"Eh,"  Hannah baru menyadari kehadiran Jessica di hadapannya.
"Kok kamu bengong begitu?" Jessica melihat Hannah sedang menggenggam ponselnya. Ia  mengambilnya dan melihat sudah berkali-kali Hannah menghubungi Clay tapi tidak ada jawaban.

"Iya nih, habis ditanya sama mamang Indomie depan Liberty soal gosip aku sama Clay. Gila ya, mamang Indomie kok bisa sampe tau gosipnya ya? " cerita Hannah.     
"Han, aku minta maaf. Gambar itu kayaknya awal mula masalahnya. Padahal aku ga ada maksud seperti itu," ujar Jessica.

Pandangan kosong Hanna berubah menjadi tatapan tajam pada Jessica. 
"Oh jadi itu foto kamu yang ambil?" tanya Hannah. "Pantas aku merasa, tidak ada orang lain saat itu, cuman kita bertiga. Cuma aku ga sangka itu kamu,"

Jessica membisu tak menjawab. Baginya jawaban apapun tidak akan bisa meredam rasa kalut yang sedang menyelimuti Hannah.

"Jess," Hannah kembali membuka suara. "Yang kamu lakukan itu.... JAH..." PRIT kemudian dituntut royalti oleh Dian Sastro. 

Hannah meninggalkan Jessica. Di tempat itu. Tapi tidak hanya Jessica yang ditinggalkan. Juga teman-teman Hannah yang lain, sekolah, keluarga, masyarakat, dan bahkan kehidupannya. Karena sepulang dari Monet, Hannah mampir ke Indomaret untuk membeli silet yang digunakannya kemudian untuk mengakhiri hidupnya. 

Damn! Sutradara 13 Reasons Why, saya udah bisa bikin satu cerita nii. Lumayan mah memperpanjang episode.

Dari cerita di atas, saya bisa membayangkan bagaimana jika saya berada di posisi Hannah? Atau bagaimana jika kita berada di posisi Clay? Bahkan yang lebih buruk lagi, bagaimana jika saya berada di posisi Jessica, Courtney, dan teman-teman lain yang membuat berita itu menjadi lebih viral? Sebab sesuatu yang jatuhnya melakukan pemaksaan secara massal, bagi saya lebih cenderung dianggap sebagai bully-isasi. Dan itu kejam.

Bermaksud baik bagi kita, mungkin belum tentu akan mendatangkan maksud yang baik bagi orang lain. Kita tidak bisa mendefinisikan kebahagiaan kepada orang lain, karena definisinya bisa saja berbeda. 

Bagimu kebahagiaanmu, dan bagiku kebahagiaanku. 

Kita harus care sama orang, tapi jangan maksa. Apalagi maksanya sesekolahan. Karena kata orang si, biasanya yang dipaksa jatuhnya ga enak. Dan jangan sampai ternyata nama kita disebut-sebut jadi salah satu yang menjadi alasannya untuk mengakhiri hidup. Hii. 

And if you're listening to this tape you're one of the reasons why. I'm not saying which tape brings you into the story. But fear not, if you received this lovely little box, your name will pop up. I promise.

Comments

Cynthia said…
Itu niat banget ya bikin skrinsut grup wasapnya wkwkwkwk..

Series ini mirip sama kehidupan lo ya mo? ��

Popular posts from this blog

Tujuh...

Keputusan Sulit

#$@%$&$*