30 September

trrrt.... trrrtt...

"Halo!"
"Rob,"
"Sapa neh?"
"Aldi,"
"Eh, kenapa? Ada message1?"
"Lo dimana?"
"Di tujuh.."
"Ngapain? Sini aja, ke lantai lima. Rame,"
"Enggak ah. Enakan di sini,"
"Sini ajaa.. Ada makanan nih.."

Robi mendongakkan kepala, jarum pendek di dinding sudah setengah beranjak dari angka 12.

"Telat banget... Udah makan gw,"
"Ayo lagi lah. Biar kaga ngantuk," Aldi terus membujuk tapi nampaknya hal itu bagai menggarami lautan. Sia sia saja.
"Ya udah, ati-ati lho Rob. Konon, banyak cerita mistis di lantai tujuh,"

Robi terkekeh. Bel pulang yang tidak pernah berbunyi itu mungkin lebih mistis baginya.

"Emangnya lo ga tau ini malam apa?" Aldi terus mengganggunya.
"Malam akhir bulan, kan?"
"Bukan"
"Malam Rabu?" jawab Robi sambil melirik kalender mejanya.
"Salah"
"Hah?"
"Malam G 30 S PKI,"

"Kambing!!" Robi membanting ponselnya. Doktrin yang ditanamkan pemerintah orde baru bertahun tahun lalu otomatis menjejakkan ingatan buruk ketika ada yang menyebutkan G 30 S PKI. Film yang dulu ia tonton dengan terpaksa, membuatnya sempat tidak bisa tidur berhari-hari.

Robi mengusap-usap wajahnya. Kantuk mulai menyerangnya. Kegiatan ini memang menjemukan. Tugasnya hanya untuk standby menjaga sistem berjalan lancar pada saat akhir bulan. Ia melongok ke kopinya yang hanya menyisakan ampasnya saja. Robi pun berjalan menuju pantry.

"Sialan Aldi," Robi mengutuki Aldi yang kini membuat bulu romanya merinding. Jalan menuju pantry memang cukup gelap, sehingga membuat aura menjadi tidak enak. Entah disengaja atau tidak. Mungkin manajemen ingin melakukan efisiensi lampu. Hanya butuh dua menit bagi Robi untuk menyeduh kopi. Ia dan kopi seperti Romi dan Yuli, tak dapat dipisahkan. Roby merogoh kantung jaketnya. Ia ingin mengabadikan kopi buatannya dalam sebuah status di Path. Semua orang harus tahu, si calon karyawan teladan ini menghabiskan setiap akhir bulannya di kantor. Tapi sayang, HPnya tidak ada di sana.

"Ah, iya ketinggalan di meja," sadarnya.

Robi segera kembali ke mejanya. Ia menyeruput sedikit kopi. Hmm.. rasanya sungguh nikmat. Robi berpikir ia harus meminumnya sedikit demi sedikit, agar kopinya tak lekas habis. Enggan sekali ia untuk melewati pantry tadi. Robi meletakkan gelas kopi tersebut di alas gelas khusus kopinya yang terbuat dari floppy disk. Ditatanya dengan menarik, kemudian diraihnya HP yang sedari tadi tergeletak di mejanya.

Saat ia melihat HPnya gemetar badannya. Di dalamnya sudah terdapat pesan WhatsApp yang ia sendiri tidak pernah tahu kapan ia mengirimnya.



Sesaat kemudian lampu lantai 7 mendadak gelap total.

Robi berteriak kencang. Di sela-sela teriakannya, sayup-sayup terdengar suara wanita mengaji dari bilik mushola.

1. Message : Pesan dari host yang bagi sebagian orang lebih horor dari cerita horor di kantor.

--- End ---

tulisan ini murni fiksi yaa. untuk menebus kesalahan saya karena September ga ngeblog sama sekali #_#


Comments

Akhmad Aldi said…
aku pernah di OSD ya?

*berpikir

Popular posts from this blog

Tujuh...

Keputusan Sulit

#$@%$&$*