Dan Hidup Terus Berjalan

Hari ini saya baru sadar bahwa saya trauma akan sesuatu.



Saya memiliki seorang rekan kerja, marilah sebut saja namanya Mawar. Tunggu, rasanya aneh ya, mengingat dia ga ada cantik-cantiknya. Mungkin akan lebih baik jika kita sebut saja dia dengan nama Padi, terdengar lebih mengenyangkan (ga ada hubungannya). Saya dan Padi sudah beberapa tahun ini bekerjasama. Nyaris setiap hari kami selalu berinteraksi, meski kebanyakan interaksinya dalam bentuk olahraga gelut. Dan beberapa hari lalu tiba-tiba ada suasana yang berbeda. Dia mendiamkan saya, seolah saya orang asing baginya. Sebenarnya saya bisa menebak latar belakang munculnya aksi sok-gak-kenal ini. Tapi tak pentinglah, toh Anda pasti akan mengernyitkan dahi jika mendengarnya.

Awalnya saya meletakkan ego saya setinggi-tingginya. Saya meladeni permainannya. Tak menyapanya saat berpas-pasan. Hingga hari ketiga, saya sendiri yang mulai belingsatan. Dalam hati kecil saya ada perasaan geram sekaligus sedih. Saya geram karena pangkal permasalahannya samar dalam asumsi. Kalau kami bertengkar gara-gara saya merebut pacarnya, membunuh keluarganya, mungkin saya bisa terima. Saya sendiri jadi mulai bertanya dalam hati apakah saya saja yang terlalu perasa? Sebelum kejadian ini, sangat jarang sekali saya memikirkannya, memusingkan tingkah lakunya. Akan tetapi saat ini seringkali kepikiran (grrr.. merinding). Ah, saya jadi terpikir bahwa membenci seseorang itu sesungguhnya membuatnya spesial, karena kita melabeli dia berbeda dengan lainnya. Sedihnya, saya ingat sebuah kisah masa lalu. Kisahnya juga pernah saya tulis di sini. Dan kejadian tersebut tak ingin saya ulanggi lagi.

Maka dengan tenggat waktu 3 hari untuk bersitegang yang diciptakan Tuhan, saya mulai membuka percakapan dengannya,

"Padi, kamu marah ya sama saya?" tanya saya,
"Enggak," jawabnya singkat.

Saya tidak melihat matanya untuk melihat apakah ucapan itu jujur adanya. Saya hanya ingin mendengar jawabannya. Jika jawabannya "iya", saya bersedia untuk meminta maaf tanpa harus tahu apa alasannya.

Dan hidup terus berjalan. Maka persahabatan mungkin bisa diibaratkan sebagai rekan seperjalanan. Suatu waktu tujuannya bisa sama, dan di waktu lainnya kami harus berpisah menuju ke tujuan masing-masing. Bisa jadi keakraban saya dan Padi akan berhenti di stasiun ini. Kami cukup saling menepuk punggung dan berpisah dengan baik. Siapa tahu, di perjalanan selanjutnya kami akan bertemu lagi.

Rekan seperjalanan datang dan pergi. Perlakukan mereka dengan baik. Buat suasana menarik. Tak perlu menahannya pergi. Resapi semua ini. Nikmati pemandangan asri.

Ah sepertinya memang saya yang terlalu perasa. Esok pagi, kami pasti akan berbincang di restorasi.



[1] photo's taken from vienna-pyongyang.blogspot.com

Comments

frogy said…
tenang bim, lu orang yang baik, klo udah waktunya dia akan sadar kehilangan temen yang sangat berharga...
cicianggitha said…
kalo di restorasi jangan lupa, kenalan lagi.. =P
joolean said…
nih gue kasih link:

5 Tipe Cewek Ngambek: http://mlsbgt.de/jHwhGT

Memahami Cewek yang Sedang PMS: http://mlsbgt.de/nKQpEQ
MoMo said…
@catur: awh, thx tur
@cici: di restorasi, pesen makanan kalii..
@joolean: grr.. (--")
hani cantik said…
friends don't quit
-shaggy to scooby-

Popular posts from this blog

Tujuh...

Keputusan Sulit

#$@%$&$*