Slordegh

Ragunan, 10.29 PM

pru·dent / ˈproōdnt/ • adj. acting with or showing care and thought for the future

Waktu gw masih duduk di Sekolah Dasar, hampir tiap hari Senin pagi menjadi hari yang menegangkan. Gw kerap kali kehilangan dasi atau topi buat upacara. Tentunya menegangkan bagi sekolah yang hobinya menghukum murid untuk berjalan jongkok keliling lapangan. Setelah dewasa ini, kemudian gw sadar. Bahwa kengerian terbesar itu disebabkan rasa malu gw karena telah menyalahi aturan-aturan sekolah yang ada.

Bekerja di sebuah institusi keuangan, tadinya tidak pernah terlintas di benak gw. Mimpinya sih jadi nasabah prioritas di bank aja, nabung banyak dan menang undian mobil. Menjejakkan kaki di perusahaan ini, terbayang sesuatu yang gw memang sangat gw inginkan dari dulu, melayani orang lain dengan setulus hati (slogan banget). Hal tersebut memang berhasil gw wujudkan. Gw senang meladeni permintaan rekan-rekan dari divisi lain, gw akan rela mendengarkan keluh kesah dari pengguna di unit kerja, dan senang sekali rasanya bisa cukup hangat dengan rekan-rekan di klien. Bahkan dipercaya untuk jadi backup aplikasi orang lain aja, gw jadi pengen bikin piramida cheerleader. Mendengar kata "ooo..." dari orang lain, mendengar kata "terima kasih, ya mas", sudah cukup membuat hati yang kerap kosong melompong dan pedih mendidih ini terhibur *lebay*

Tapi gak berhenti di situ. Institusi ini gak cukup membutuhkan senyum manis dan keramahan karyawannya. Institusi ini membutuhkan apa yang orang bilang "kepercayaan". Barang utama yang kami bisniskan adalah uang, sesuatu yang setiap orang membutuhkannya. Sesuatu yang bikin orang berubah ijo matanya. Sesuatu yang jika hilang, bisa membuat orang makan tak enak dan tidur tak nyenyak.

Setiap kali aplikasi yang gw buat menuju detik-detik live, gw sering berdoa bahwa aplikasi ini bisa memberikan maslahat, bukan masalah. Tidak membuat penggunanya resah, apalagi membuat rekan-rekan kerja lagi jadi susah. Tiap mendengar kata "mas, we have problem", hati gw berdebar tak keruan. Bukan, bukan karena sedih program gw abal-abal banget. Kalo itu mah gak usah dilihat ampe live juga keliatan hehehe. Tapi lebih karena gw gak mau terjadi kerugian pada orang lain. Apalagi transaksi keuangan, kesalahan sedikit pun jadi riskan.

Disinilah konfliknya, Bagaimana sikap gw yang slordegh bin slonder-klewer, mencoba untuk melayani nasabah, tanpa melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan, yang bertujuan membuat perusahaan ini tetap prudent.

Dan di malam ini, gw sedang berpikir kenapa sesuatu yang fatal bisa terjadi? Gw takut menjalani hukuman, tapi takut lebih besar karena malu jika gw benar-benar menyalahi aturan.



[1] Picture's taken from www.thebloggingcourse.com