Sepenggal Cerita di Kereta

Dan gw teronggok di sini. Di ruang 3218 Fasilkom UI. Meniduri Hitler yang tidak menolak, mengelak, ataupun mengerang kesakitan hehehehe.

Kenapa bu Mirna belum kasih revisi? Kenapa juga Syntia belum dateng-dateng? Gw jadi ga ada kerjaan di sini.. Huhuhuhu..

Untuk menuju ke kampus ini, seperti biasa gw menggunakan angkutan kereta listrik. Angkutan massal yang sering mendapatkan kecaman karena jadwal yang "hanya-Tuhan-dan-sang-masinis-yang-tahu".

Di dalam kereta untung saja suasananya lengang. Setidaknya gw bisa melihat dari ujung kiri gerbong sampai ujung kanan gerbong. Meski, banyak juga pedagang, panitia masjid, peminta-minta, orang-orang yang lalu lalang.

Di samping gw duduk seorang ibu dan anak perempuan kecilnya yang lucu. Suatu ketika lewat seorang anak penyapu kereta. Tampangnya lusuh seperti biasanya. Sang ibu mengeluarkan uang dan memberikannya pada sang anak. Anak itu kemudian memberikannya ke si penyapu dengan agak takut.

Gw tersentuh. Hmmm.. cara yang baik untuk mengajari kepada sang anak. Hai nak, ada orang-orang tak beruntung di sekitar kita. Dan ada sedikit rejeki yang dititipkan ke kita olehNya untuk mereka.

Beberapa saat kemudian, lewatlah bapak tua yang berjalan "ngesot". Dengan kaki yang dipenuhi oleh luka yang tidak sedap dipandang. Si Ibu mengangkat tangannya, yang semua orang tau itu merupakan isyarat untuk "Maap saya tidak bisa memberi". Sang anak hanya melihatnya dalam diam.

Sejak TK, SD, diajarkan bahwa kita harus peduli terhadap sesama. Memberi bantuan terhadap mereka-mereka merupakan salah satu bentuk kepedulian. Mungkin itu yang ditangkap oleh sang anak. Dalam diam, sang anak mungkin bertanya "Kenapa si penyapu dibantu, sedangkan si pengemis tidak?"

Gw juga paham dengan sikap "memilih" sang Ibu. Kalau mau dihitung, berapa banyak jumlah peminta-minta (termasuk penyapu dan pengemis itu) yang lalu-lalang selama perjalanan di kereta? Belum lagi di stasiun, perjalanan di jalan, maupun di dekat rumah.

Bingung. Jika gw punya anak nanti. Gimana caranya gw bisa ngajarin dia bahwa kehidupan ga selamanya hanya hitam dan putih? Contohnya ga setiap orang yang minta-minta harus kita kasih.

Bingung. Ada saran atau komentar?

Comments

Tempe Goreng said…
terkadang gw juga bingung....

di satu sisi gw percaya bahwa klo kita terus2an memberi kepada mereka, mereka akan terus seperti itu.
namun di lain sisi, rasa gak tega selalu besar........

pilih yg mana yah? apakah klo kita tidak memberi artinya kita kejam?
paPiRu said…
Exactly!
gw jg bingung persis kaya feha..

kadang beneran g tega.. tp kalo kita terus2an ngasih, jdnya ya gitu terus..

Kan gw jarang bgt ngasih.. berhubung ribet jg buka2 dompet di angkot/kreta gitu.. blm lg kemungkinan dicopet..

apakah itu berarti gw kejam?
Ramot said…
@vita: ya itu tergantung pikiran lu pas gag ngasih kli ya vit... klo mikirnya pelit ya berarti kejam dong xD

er... gw seh biasanya memberi kepada yang gw lihat bekerja, such as pengamen. klo pengemis, ngga deh, gag kerja gag dapet duit.
MoMo said…
Kayaknya ga kejam fe, vit.. Toh kita sebenernya hanya 'memilih'..

Tapi ini yang mungkin ga dimengerti sama anak kecil. Ke-belum dewasa-annya membuat dia ga ngerti kalo semua itu ga cuman hitam dan putih.

Bingung gimana ngejelasinnya ke anak kecil euy.. ^^

Popular posts from this blog

Tujuh...

Keputusan Sulit

#$@%$&$*